Pages

Brand Seorang Individu di Ranah Daring

Friday, January 21, 2011
Saat kita punya profil Facebook, Twitter, Kaskus, atau apapun di ranah internet, dan membukanya supaya bisa diakses semua orang, sebenarnya kita mengenalkan diri kita di ranah publik. Semua orang bisa membaca tindakan yang kita lakukan melalui aktivitas kita di dunia maya. Saat kita punya blog dan mengisinya dengan pemikiran kita, maka kita mengenalkan audiens ranah daring dengan isi otak kita.
Di ranah daring, orang lain mungkin cuma mengenal wajah kita dari avatar atau foto profil di social media kita. Mereka tak tahu bagaimana cara kita bicara, cara kita berjalan, atau gestur tubuh kita saat bercakap-cakap. Namun mereka bisa menciptakan persepsi di benak mereka saat membaca tulisan kita. Mereka bisa menduga saat membaca tulisan kita di blog misalnya, kalau seseorang itu paham betul tentang dunia social media, atau seseorang itu romantis karena kata-kata tulisannya, atau seseorang itu maniak bola karena pilihan topik blognya.
Di Twitter pun sama, setiap tweet kita menimbulkan persepsi di benak follower kita. Kalau pada dasarnya kita suka bercanda di Twitter, persepsi yang terbangun di benak orang lain adalah kita orang yang menyenangkan (padahal belum tentu juga karakter asli kita itu sama menyenangkannya). Kalau kita suka berbagi info seputar kesehatan, maka yang terbangun di benak orang lain adalah kita adalah seorang yang memang ahli di bidang itu.
Setiap perwakilan aksi yang kita lakukan mencerminkan brand yang ingin kita bangun. Brand tidak hanya milik perusahaan atau organisasi atau produk. Brand juga bisa dipersonifikasikan. Pada umumnya orang lebih banyak mengasosiasikan brand dengan elemen grafisnya, seperti logo atau tagline. Sebenarnya brand lebih dari itu. Brand adalah esensi atau janji yang akan disampaikan atau dirasakan. Saat kita mendengar nama Donald Trump, Al Gore, Michael Jackson, atau bahkan Justin Bieber, di otak kita akan terbangun sederetan kata-kata yang merepresentasikan karakteristik mereka. Itulah brand.
Lalu bagaimana saat seorang individu di Twitter mewakilkan akunnya ke orang lain? Orang sesibuk Tifatul Sembiring misalnya, tak akan mungkin sempat menuliskan tweet rutinnya sendiri. Baru saja ia mengakui kalau ia dibantu oleh 2 orang stafnya untuk mengisi tweet-nya. Tidak ada yang salah dengan itu, sepanjang pemilik akun bertanggung jawab terhadap isinya.
Yang biasanya sulit adalah bagaimana tim penulis tweet itu bisa tetap menjaga karakteristik pemilik akunnya. Tim harus memahami karakter brand yang diwakilkan, agar setiap pilihan katanya tidak malah membuat follower-nya menjadi asing. Si pemilik akun juga harus rajin mengaudit setiap tweet yang muncul, mengecek apakah masih sejalan dengan karakteristiknya. Kalau sampai yang terbangun di benak pembacanya tidak sesuai dengan rencana/harapan pemilik akun Twitter, maka pastilah ada yang salah dalam perencanaan komunikasi brand-nya.
Sekarang coba deh Anda tanyakan ke teman-teman Anda. Apa persepsi mereka tentang diri Anda? Mungkin Anda bisa bikin akun di Threewords.me, lalu minta teman-teman Anda untuk menyebutkan 3 kata yang merepresentasikan diri Anda. Kata-kata yang paling banyak muncul bisa jadi adalah karakter brand Anda di dunia maya. 

http://media-ide.bajingloncat.com/2011/01/17/brand-seorang-individu-di-ranah-daring/

0 comments:

Post a Comment

Saya masih butuh saran dan kritik

 
Belajar Menulis dan Memberikan informasi © 2011 | Designed by Blogger Templates Gallery